Friday, October 22, 2010

Law of The Few, Hukum tentang Yang Sedikit – Part 1 (Diambil dari “Tipping Point”, Malcom Gladwell)

Pada suatu petang tanggal 18 April 1775, seorang pemuda yang bekerja di sebuah tempat penitipan kuda di Boston secara tak sengaja mendengar pembicaraan seorang perwira Inggris dengan seorang temannya, yang intinya adalah “besok akan menjadi neraka buat mereka.” Tanpa banyak pikir lagi, pemuda pengurus kuda itu bergegas menuju North End, Boston, ke rumah seorang pandai perak bernama Paul Revere. Paul Revere menanggapi laporan itu dengan serius; ini bukan desas-desus pertama yang sampai ke telinganya hari itu. Tidak lama sebelumnya, ia telah dilapori tentang kehadiran perwira Inggris dalam jumlah yang lebih dari biasa di Long Wharf, Boston. Kata si pelapor, mereka berbincang-bincang dalam suasana sangat rahasia. Sejumlah pelaut Inggris juga tampak sibuk dalam sekoci-sekoci mereka yang masih tertambat di bawah kapal-kapal perang HMS Somerset dan HMS Boyne di Pelabuhan Boston. Sejumlah pelaut lain pagi itu bahkan sudah berada di pantai, dan tampak tengah bersiap-siap menempuh perjalanan cukup jauh. Menjelang petang, Paul Revere dan sahabat akrabnya, Joseph Warren semain yakin bahwa pihak Inggris jelas akan melakukan suatu gerakan besar-besaran sebagaimana telah lama didesas-desuskan – menyerbu ke Lexington, di barat daya Boston, untuk menangkap para pemimpin kemerdekaan John Hancock dan Samuel Adams, yang akan diteruskan ke kotan Concord untuk menyita persenjataan dan amunisi milik milisia pro kemerdekaan setempat.
Kejadian berikutnya telah menjadi bagian dari legenda sejarah, yang selalu diceritakan kepada setiap siswa sekolah Amerika. Pada pukul sepuluh malam itu, Joseph Warren dan Paul Revere bertemu. Mereka memutuskan mengirim peringatan kepada masyarakat seputar Boston bahwa balatentara Inggris suda mulai bergerak, sehingga anggota milisia setempat dapat disiagakan untuk menyambut mereka. Revere segera ke Pelabuhan Boston, naik feri yang akan membawanya ke Charlestown. Sesampai di sana ia langsung menyewa kuda dan memulai “perjalanan tengah malamnya” ke Lexington. Dalam waktu dua jam ia telah menempuh jarak dua puluh sat u kilometer. Di setiap kota yang disinggahinya sepanjang perjalanan itu – Charlestown, Medford, North Cambridge, Monotomy – ia mengetuk pintu rumah-rumah tertentu, memberitahu para pemimpin gerakan kemerdekaan setempat tentang gerakan pasukan Inggris, sekaligus meminta mereka menyebarluaskan kabar tersebut kepada semua anggota milisi. Lonceng gereja didentangkan. Genderang mulai ditabuh. Kabar tersebut menyebar seperti virus karena mereka yang telah menerima informasi dari Paul Revere segera mengirim kurir-kurir mereka sendiri ke kota-kota terdekat, sampai peringatan itu diterima oleh semua yang berkepentingan di seluruh kawasan. Kabar tersebut tiba di Lincoln, Massachusetts, pada pukul satu dinihari, di Sudbury pada pukul tiga dinihari, di Andover, enampuluh kilometer barat daya Boston, pada pukul lima pagi, dan pada pukul sembilan kabar itu telah mencapai kota Ashley, dekat Worcester yang terletak jauh di barat. Ketika akhirnya serdadu Inggris mulai berbaris menuju kota Lexington pada pagi hari tanggal sembilan belas April, penyerbuan mereka ke pedalaman negeri itu secara tak terduga disambut dengan perlawanan gigih dari para milisia pro kemerdekaan dan mengalami kekalahan yang sangat memalukan. Inilah rangkaian peristiwa yang menjadi awa Revolusi Amerika.
Perjalanan Paul revere untuk menyampaikan kabar darurat itu bole h disebut contoh bersejarah paling terkenal untuk epidemi “ketok tular” (word-of-mouth). Dalam peristiwa itu sebuah kabar penting menempuh jarak yang jauh dan cakupan luas dalam waktu sangat singkat, dan berhasil menggerakkan seluruh kawasan utnuk mengangkat senjata. Tentu saja, tidak semua epidemi ketok tular sedemikian menggemparkan. Akan tetapi cukup bijaksana bila kita mengatakan bahwa ketok tular – bahkan di abad komunikasi massa dengan kampanye iklan sampai miliaran dolar – masih paling penting dalam komunikasi antarmanusia. Coba kita berpikir sejenak tentang restoran mahal yang terakhir kita kunjungi, baju bagus yang baru kita beli, dan film terakhir yang kita tonton. Dalam kasus-kasus di atas, seberapa banyak keputusan Anda untuk membelanjakan uang sangat dipengaruhi oleh rekomendasi seorang teman? Banyak praktisi periklanan dewasa ini berpendapat bahwa kendati berbagai upaya pemasaran telah diperkenalkan dan diterapkan dimana-mana, ketok tular adalah satu-satunya cara persuasi yang paling ditanggapi oleh kebanyakan orang.
Kendatipun demikian, epidemi ketok tular tetap fenomena yang sangat misterius. Penyampaian informasi secara lisan terjadi sepanjang waktu. Akan tetapi peristiwa penyampaian informasi yang sampai memicu epidemi ketok tular jarang sekali. Dekat rumah saya ada sebuah restorankecil yang sanagt saya sukai dan saya telah memberitahukan kelezatan makanan disitu kepada banyak teman sejak enam bulan yang lalu. Akan tetapi sampai sekarang pengunjung restoran itu belum pernah lebih dari separuh kapasitasnya. Jelas bahwa pemberitahuan saya belum cukup untuk memicu epidemi ketok tular, namun ada sejumlah restoran menurut saya dalam banyak hal tidaksebaik restoran dekat rumah, hanya beberapa pekan setelah dibuka terpaksa menolak tamu karena seluruh meja terisi penuh. Mengapa ada gagasan, kecenderungan, atau pesan yang langsung memicu perubahan mendadak dan dramatis, sedangkan kebenyakan yang lain tidak?
Dalam kasus Paul Revere, jawaban untuk pertanyaan di atas kelihatannya mudah. Paul Revere ketika itu membawa kabar yang sangat menggemparkan: balatentara Inggris datang. Akan tetapi jika kita mempelajari kejadian pada malam itu, penjelasan tadi tetap belum memuaskan. Sementara Paul Revere memulai perjalan pentingnya ke arah barat daya kota Boston, seorang partisan lain – seorang penyamak kulit bernama William Dewes – juga berangkat dengan tugas penting sama, membawa berita gawat ke Lexington lewat kota-kota sebelah barat Boston. Inti pesan yang harus disampaikan sama, jumlah kota yang dilewati kurang lebih sama, begitu pula jarak yang harus ditempuhnya utnuk sampai ke Lexington. Meskipun demikian, perjalanan William Dewes tidak membuat daerah-daerah yang dilewatinya berkobar. Para pemimpin milisia di kota-kota itu tidak memberika tanggapan serius. Di salah satu kota cukup besar yang dilewatinya – Waltham – perlawanan kepada pasukan Inggris yang datang hari berikutnya hanya dilakukan oleh beberapa kelompok kecil milisia yang tidak terorganisasi sehingga sebagian pakar sejarah menyimpulkan bahwa kota itu memiliki penduduk yang sebagian besar berpihak kepada Inggris. Sesungguhnya tidak demikian. Kebanyakan penduduk Waltham hanya tidak tahu bahwa pasukan Inggris akan datang, akibatnya persiapan mereka serba terlambat. Andaikat hanya berita yang menjadi unsur penting dalam epidemi ketok tular, William Dewes akan sama populer dengan Paul Revere. Ternyata tidak demikia. Jadi, mengapa Paul Revere berhasil sedangkan William Dewes tidak?
Jawabannya adalah bahwa keberhasilan suatu epidemi sosial sangat bergantung pada keterlibatan orang-orang yang memiliki seperangkat keterampilan sosial langka. Kabar yang disampaikan oleh Paul Revere menghasilkan perubahan mendadak dan dramatis sedangkan kabar yang disampaikan oleh William Dewes tidak bersambut; penyebabnya adalah perbedaan diantara kedua orang itu. Inilah Hukum tentang Yang Sedikit (Law of The Few), yang telah diuraikan secara ringkas. Saya menyebut mereka Para Penghubung (Connectors), Para Bijak Bestari (Mavens), dan Para Penjaja (Salesmen).